#maksakeunmaca
#onebookonemonth
#day04
Judul Buku: Marrying Daisy Bellamy
Penulis: Susan Wiggs
Jumlah Halaman: 533
Penerbit: Gramedia
Alih Bahasa: Nur Anggraini
Cetakan Agustus, 2014
Bagian Tiga
Ketika Julian tahu Daisy tiba-tiba hamil. Tidak, bukan
anaknya. Mereka hidup jauh terpisah dan sulit bertemu. Saat Daisy mengalami hal
ini, Julian sedang terpuruk tidak mempunyai apa-apa bahkan hanya bisa menelpon
Daisy dari telpon ibunya. Tetap berkabar via e-mail yang harus Julian akses
dari perpustakaan kampusnya.
Yang menarik adalah Julian merasa Daisy menyelamatkan
hidupnya hanya dengan memberi ide bahwa Julian bisa kuliah tanpa harus memiliki
uang. Beasiswa yang mengandalkan otak briliannya keturunan sang ayah yang
peneliti bintang-bintang. Aku rasa manusia memang budak kebaikan. Dengan mudah
kita bisa jatuh cinta karena seseorang begitu baik. Ayahku dapat terus bersama
dengan istri ketiganya karena beliau begitu baik. Diremehkan sebagai wanita,
tetapi terus memberi bantuan. Tipe wanita yang bukan seperti diriku ataupun ibu
tiriku. Kami cenderung memberi pelajaran atau meninggalkan laki-laki yang
meremehkan kami. Sebagai pasangan, bukan untuk anak. Kalau dengan Dale, ya
tidak mungkin ia meremehkanku. Sedikit saja aku terlihat murung, Dale bisa
tutup pintu dan berbicara dari hati ke hati denganku ataupun menghiburku. Di
usia yang begiu muda. Hanya 8 tahun. Bisa bayangkan Dale akan jadi lelaki
dewasa yang baiknya bukan main, kan. Begitu juga saat aku menerima ayah Dale,
seperti namanya, Budiman. Ya awalnya memang Budiman, baik hati. Siapa sangka
bahkan orang tuanya sendiri tidak tahu bahwa ia mengidap Schizophrenia.
Terkadang aku menyesal menjadi manusia yang terlalu perhatian terhadap
detail-detail yang tidak dapat diketahui oleh orang banyak. Kalau bukan aku
yang menemukan, orang tuanya tidak akan tahu bahwa ayah Dale mengidap penyakit
kejiwaan itu. Hasil dari tontonannya melihat orang tuanya berlaku keras antara
satu sama lain selama bertahun-tahun. Jika akhirnya ia begitu kasar, main
tangan denganku, bukan hal yang aneh jika hal itu terjadi. Dan alas an aku dan
Dale tidak dapat bersama dengan ayah Dale, cukup jelas. Itulah kenyataan. Aku
masih tidak habis pikir kenapa Daisy tidak dapat bersama dengan Logan saja demi
Charlie.
Mungkin di akhir buku, aku akan bisa memahami pilihan Daisy.
Bagian Empat
Charlie normal, seperti Dale. Anak laki-laki kecil, ya
begitu simple. Sesimple Daisy berbicara dan bertanya banyak pada Charlie, Charlie
hanya menjawab, “Yap”. Sepertinya satu kata itu adalah kata-kata favorit
Charlie. Seperti Dale yang menjawab irit setiap kutanya dan dia sedang asik
dengan PC-nya. “Yap”, “Yap”, ya begitu saja jawabannya.
Tentang Logan. Dan ternyata Daisy juga bertanya-tanya
mengapa dirinya tidak bisa percaya bahwa ia, Logan dan Charlie dapat hidup
bersama. Mungkin Daisy masih merasa jijik, saat Logan ingin melamarnya,
kebetulan ada Julian, dan penting sekali sampai mereka berdua harus berkelahi.
Hal yang tidak pernah terjadi padaku. Walau dalam sehari ada 4 lelaki yang
menghampiriku, tidak sekalipun mereka berkelahi. Secemburu apapun salah
satunya, ia hanya bisa keluar dari tempat tinggalku dan bersungut-sungut.
Terkadang bersungut-sungut terhadap lelaki yang salah, teman-temanku. Ya. Aku
teringat dengan salah satunya yang begitu cemburu, padahal aku tidak pernah
menganggapnya serius karena dia suami orang dan dia hanya bekerja denganku.
Akhirnya ia berakhir tidur di karpet bersama dengan teman laki-lakiku. Hanya
teman laki-laki, tidak pernah terjadi apapun di antara kami. Terkadang
kenyataan begitu lucu.
Begitu lucunya, sampai teman laki-lakiku ini ternyata
bersikeras tetap ada di situ karena ia menyukaiku. Seperti penjaga pribadi yang
merasa nyonyanya terancam diterkam buaya, pantas saja dia tetap diam disitu.
Tidak juga pulang saat tahu aku didatangi suami orang. Tidak pernah terjadi
apapun diantara kami, bahkan tidak satu ciuman pun. Walau sering ia bermalam di
tempatku, hanya film-film yang habis ia tonton karena kabur dari kakak perempuannya
saat ia harus kembali ke kampung halamannya meneruskan bisnis ayahnya. Ayahnya
yang baru saja meninggal dunia, dan ia tidak ada disampingnya. Mungkin yang ia
lakukan adalah seperti halnya Julian terhadap Daisy. Sekuat apapun kami saling
menyukai, ia memilih tidak membuat masalah denganku. Bisa jadi karena ia pernah
mencintaiku. Sepertinya memang cinta, karena akulah orang pertama yang dia telpon
setelah terjadi gempa. Dan ia menangis saat tahu aku juga menyukainya, tetapi
ia terlanjur meneruskan bisnis ayahnya, dan punya kehidupan yang tidak bisa ia
tinggalkan di kampung halamannya. Dan cincin peninggalan nenekku sebagai simbol
penjagaku, akan selalu cukup di jari manis lelaki penjagaku. Cincinnya cukup di
jari manisnya. Dan ia menangis lagi, memelukku begitu erat sebelum pulang ke
kampung halaman. Lalu suatu masa, ia kirim messenger padaku, betapa ia
menyukaiku dan berniat membawaku ke kampung halamannya, ya mungkin aku bisa
mengajar di LIA Palembang saat itu. Hidup itu mungkin saja terjadi.
Naas, suatu pagi. Baru saja ia pamitan akan ke kebun dengan
motor trailnya, sekali-kalinya kukatakan hati-hati. Tidak lama kemudian, ia
kecelakaan tertimpa motor trailnya, gegar otak dan harus digundul lalu dioperasi.
Keluarganya mengabari aku, karena akulah nomor terbanyak dan terakhir yang
dihubunginya. Kukerahkan setengah dari seluruh dunia gamer Castle Age di
Facebook untuk berdoa untuknya, komunitas yang kami berdua miliki, berharap ia
baik-baik saja. Doa mereka berhasil, dan ia baik-baik saja. Yang tidak baik
adalah ingatannya. Ia lupa sudah mengajakku hidup bersama di kampung
halamannya. Dan ia memilih menjalin hubungan dengan gadis yang dekat dengan
keluarganya. Keluarganya begitu heran akan perubahan itu, dan kukatakan kepada
adiknya. Biarkan ia mengingat sendiri. Tidak perlu diingatkan apa janjinya
kepadaku. Mungkin aku perlu bersabar.
Ditengah penantian, aku bertemu dengan ayah Dale. Dan
ditahun yang sama setelah ia tahu aku memiliki Dale, ia menikah. Mungkin memang
cinta jika dapat menembus batas amnesia, setelah 3 tahun, ia mulai mengingat.
“Aku pernah bilang cinta padamu ya?”, tanyanya. “Aku mulai
ingat sedikit-sedikit. OMG, Vie. What have I done?!”, begitu ia memanggilku. (Dulu
katanya, “Vie, aku memanggilmu seperti itu, karena kamu adalah kehidupan itu
sendiri.”)
Tanpa kujawab. Kataku,”Fokus pada anak istrimu. Tidak usah
diingat-ingat, nanti kepalamu sakit”.
Dan kurasa ia tidak perlu mengingat-ingat. Kita tidak pernah
bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta. Selang berapa lama, ia melakukannya
lagi. Katanya, “Bahaya, nyaman dengan kamu”. Dan disitulah kami tahu bahwa kami
harus berhenti, demi kehidupan kami masing-masing. Terutama keluarga utuhnya.
Aku akan baik-baik saja dengan Dale, tanpanya. Jadi kami hanya bisa saling
mengagumi karya kami masing-masing. Ia dan fotografinya. Aku dengan
tulisan-tulisanku yang selalu ia harapkan dapat menulis. Cross-hobbies kami
yang juga kami gemari.
Kalau Daisy bisa berakhir dengan Julian, tidak dengan
kenyataan. Cinta tidak harus selalu hidup bersama, kan. Karena jika berakhir
bersama, sebait kata itu tidak akan pernah tercipta. Peka sastraku, tumpul
karenamu.
No comments:
Post a Comment