Tuesday, March 1, 2022

Marrying Daisy Bellamy Insight Day01

 


#maksakeunmaca


#onebookonemonth

#day01

Judul Buku: Marrying Daisy Bellamy

Penulis: Susan Wiggs

Jumlah Halaman: 533

Penerbit: Gramedia

Alih Bahasa: Nur Anggraini

Cetakan Agustus, 2014

Bagian Satu

Buku ini sudah lama bertengger di rak bukuku sebagai hadiah dari menggantikan mengajar kelas salah satu rekan guruku. Alih Bahasanya adalah guru tersebut yang harus berhalangan mengajar dan kugantikan mengajar. Katanya, kisahnya mirip kisah diriku. Tapi sebanyak 18 halaman pertama yang kubaca adalah persamaannya, Daisy dan diriku adalah sama-sama ibu tunggal dan memiliki anak laki-laki kecil. Bedanya Daisy melahirkan anak tersebut di usia cukup muda, sementara aku melahirkan di usia yang cukup matang, putus asa dengan keadaanku yang sudah membenci hidupku selama 28 tahun sejak umur 4 tahun, lalu tiba-tiba harus terpancang di bumi karena lelaki kecilku membutuhkan diriku. Saatnya aku akhirnya bisa mensyukuri dan menghargai hidup di usia 34, dengan adanya lelaki kecil lucu yang bisa mewek kalau aku tidak menengoknya. Dale, semakin besar, ia semakin lengket denganku, hingga suatu waktu, ayahku melarangku untuk hanya sekedar telpon menanyakan kabarnya, karena sesudahnya ia akan menangis karena aku tidak lama tinggal dengannya.

Bersyukur ada pandemi, akhirnya aku bisa tinggal dengan anakku dan sekaligus mengurus ayahku yang sering tidak ‘ada’ sejak usiaku 11 tahun.

Kesamaan lainnya adalah Daisy sebenarnya adalah pekerja seni, yang ia salurkan lewat hobi fotografi dan menjadi fotografer profesional demi sang buah hati. Sama seperti Daisy, aku juga sebenarnya adalah pekerja seni, seperti yang selalu dikatakan oleh teman-temanku. Sebut saja berbagai seni sudah kusambangi, termasuk sekarang adalah menulis, hanya menyanyi seperti mama yang terpisah sejak umurku 2 bulan, tidak dapat aku lakukan. Setidaknya dulu aku sempat dengan mudah memainkan piano sesaat setelah mendengar melodi, walaupun aku buta not. Sampai sekarangpun, hidupku tidak pernah sepi dari music, dan begitu juga dengan lelaki kecilku, Dale, yang harus selalu mendengarkan musik.

Daisy juga dapat menikmati hal-hal tidak mudah dinikmati oleh kebanyakan orang. Aku selalu merasa rambut putih silver yang jarang ditemui, sangat indah. Seperti bukuku yang belum terbit, Adrienne the girl with silver hair.

Seperti Daisy, aku juga bisa dibilang membohongi diri sendiri. Mengajar anak-anak yang orang tuanya utuh, sementara aku tidak. Sering menjodohkan murid, sampai mereka menikah dan punya anak, kehidupan cintaku sendiri hanya jadi bentuk bermacam-macam novel yang belum selesai aku tulis karena belum cukup waktu sebagai pekerja seni yang juga perlu bertindak sebagai ayah mencari nafkah untuk lelaki kecilku. Daisy pun adalah fotografer pernikahan yang setiap hari melihat dan mengabadikan cinta dan romansa. Tapi kehidupannya, belum seperti pasangan-pasangan yang dibuatnya bahagia dengan dokumentasi indahnya. Ya kita lihat saja kelanjutan ceritanya besok, mulai halaman 19.  

No comments: