#onebookonemonth
#day01
Judul Buku: Marrying Daisy Bellamy
Penulis: Susan Wiggs
Jumlah Halaman: 533
Penerbit: Gramedia
Alih Bahasa: Nur Anggraini
Cetakan Agustus, 2014
Bagian Satu
Buku ini sudah lama bertengger di rak bukuku sebagai hadiah
dari menggantikan mengajar kelas salah satu rekan guruku. Alih Bahasanya adalah
guru tersebut yang harus berhalangan mengajar dan kugantikan mengajar. Katanya,
kisahnya mirip kisah diriku. Tapi sebanyak 18 halaman pertama yang kubaca
adalah persamaannya, Daisy dan diriku adalah sama-sama ibu tunggal dan memiliki
anak laki-laki kecil. Bedanya Daisy melahirkan anak tersebut di usia cukup muda,
sementara aku melahirkan di usia yang cukup matang, putus asa dengan keadaanku
yang sudah membenci hidupku selama 28 tahun sejak umur 4 tahun, lalu tiba-tiba
harus terpancang di bumi karena lelaki kecilku membutuhkan diriku. Saatnya aku akhirnya
bisa mensyukuri dan menghargai hidup di usia 34, dengan adanya lelaki kecil
lucu yang bisa mewek kalau aku tidak menengoknya. Dale, semakin besar, ia
semakin lengket denganku, hingga suatu waktu, ayahku melarangku untuk hanya
sekedar telpon menanyakan kabarnya, karena sesudahnya ia akan menangis karena
aku tidak lama tinggal dengannya.
Bersyukur ada pandemi, akhirnya aku bisa tinggal dengan
anakku dan sekaligus mengurus ayahku yang sering tidak ‘ada’ sejak usiaku 11
tahun.
Kesamaan lainnya adalah Daisy sebenarnya adalah pekerja
seni, yang ia salurkan lewat hobi fotografi dan menjadi fotografer profesional
demi sang buah hati. Sama seperti Daisy, aku juga sebenarnya adalah pekerja
seni, seperti yang selalu dikatakan oleh teman-temanku. Sebut saja berbagai
seni sudah kusambangi, termasuk sekarang adalah menulis, hanya menyanyi seperti
mama yang terpisah sejak umurku 2 bulan, tidak dapat aku lakukan. Setidaknya
dulu aku sempat dengan mudah memainkan piano sesaat setelah mendengar melodi, walaupun
aku buta not. Sampai sekarangpun, hidupku tidak pernah sepi dari music, dan begitu
juga dengan lelaki kecilku, Dale, yang harus selalu mendengarkan musik.
Daisy juga dapat menikmati hal-hal tidak mudah dinikmati oleh
kebanyakan orang. Aku selalu merasa rambut putih silver yang jarang ditemui,
sangat indah. Seperti bukuku yang belum terbit, Adrienne the girl with silver
hair.
Seperti Daisy, aku juga bisa dibilang membohongi diri
sendiri. Mengajar anak-anak yang orang tuanya utuh, sementara aku tidak. Sering
menjodohkan murid, sampai mereka menikah dan punya anak, kehidupan cintaku
sendiri hanya jadi bentuk bermacam-macam novel yang belum selesai aku tulis
karena belum cukup waktu sebagai pekerja seni yang juga perlu bertindak sebagai
ayah mencari nafkah untuk lelaki kecilku. Daisy pun adalah fotografer
pernikahan yang setiap hari melihat dan mengabadikan cinta dan romansa. Tapi
kehidupannya, belum seperti pasangan-pasangan yang dibuatnya bahagia dengan
dokumentasi indahnya. Ya kita lihat saja kelanjutan ceritanya besok, mulai
halaman 19.
No comments:
Post a Comment