#maksakeunmaca
#onebookonemonth
#day03
Judul Buku: Marrying Daisy Bellamy
Penulis: Susan Wiggs
Jumlah Halaman: 533
Penerbit: Gramedia
Alih Bahasa: Nur Anggraini
Cetakan Agustus, 2014
Bagian Dua
Tentang bagaimana Julian, lelaki yang disukai Daisy sejak
pertemuan mereka di musim panas saat mereka masih remaja, menahan diri untuk
tidak membuat masalah dengan Daisy. Justru Daisy yang melakukan keputusan buruk
(menurutnya) dengan hamil dan akhirnya melahirkan Charlie selepas SMA. Yang
melegakan adalah ayah Charlie, Logan. Sangat menyayangi anaknya, Charlie dan dapat
dibilang berusaha untuk bertanggung jawab terhadap biaya kehidupan Charlie.
Cara mereka mengasuh anak sejauh 40 halaman terlihat berjalan lancar. Yang
menjadi pertanyaan, mengapa Daisy tidak dapat menentukan dengan mudah untuk
hanya bersama Logan dan Charlie, menjadi keluarga utuh. Mengapa Daisy masih
harus memikirkan Julian yang jelas punya impian dengan karir militernya. Juga
bukan ayah Charlie. Yaitulah cerita yang ditulis didalam buku, drama yang tidak
seharusnya ada, menjadi ada. Sementara disini kenyataannya, ibu tunggal sedang
mati rasa tentang apa yang akan ditulis untuk ulang tahun ayahnya yang sudah
dekat. Mati rasa karena sang ayah sempat belasan tahun absen dari hidupnya dan
puluhan tahun tidak terlalu menjalankan fungsinya sebagai ayah. Lalu tiba-tiba
merasa perlu mengambil alih pengasuhan cucu laki-laki pertamanya selama 7
tahun, yang lahir tanpa dipedulikan oleh ayahnya. Tidak merasa perlu ada untuk 2
anak perempuan, tapi perlu merasa ada untuk cucu laki-laki pertama. Itu
kedewasaan atau kenyataan kehidupan?
Bagian Tiga
Julian si nekatan, menukik dengan kecepatan 240 km/jam. Jelas
di dahinya tertulis ‘bahaya’. Sebodoh itu, lelaki yang begitu berani terhadap
hal-hal ekstrem, menyimpan dan membawa cincin untuk Daisy, kemana-mana. Termasuk
saat ia sedang melakukan latihan terakhir terjun payungnya sebelum acara
pelantikan. Kukira memang begitu, ternyata Julian hampir mati. Bolehkan tertawa
terhadap karakter di buku saja, tidak nyata.
Kukira ada hubungan antara keberadaan orang tua yang tidak
konsisten, ayah tunggal atau ibu tunggal dengan kegemaran terhadap buku. Itu yang
aku alami, begitu cinta buku dan menulis. Hal semenyedihkan apapun juga, tidak
akan terasa jika sudah kubaca buku atau menonton film. Aku masuk ke ceritanya,
dan lupa dengan kesedihanku sendiri. Julian juga begitu, bahkan ia
menyembunyikan kesukaannya terhadap buku, hanya karena tidak ingin dianggap tidak
keren karena ia atletis seperti ibunya yang penari eksotis, dan pintar seperti
ayahnya yang seorang peneliti bintang.
Sepertinya kita memang tidak bisa menghilangkan siapa orang
tua kita. Aku senang berpikir, membaca, dan gemar menulis, matematika dan sains
seperti ayah dan eyangku. Aku juga senang seni seperti mama yang biduanita dan
keturunan darah Jogja.
Yang tidak kusuka dari Julian adalah, dia menganggap Charlie
sebagai penghambat hubungannya dengan Daisy. Kenapa jika ada anak? Kenapa musti
menjadi rumit? Charlie dan Daisy adalah satu paket, bukankah Charlie lahir dari
rahim Daisy, wanita yang dicintai Julian. Aku teringat bagaimana lelaki ke-14
selalu mengatakan Dale lucu, dan senyumnya selalu sumringah saat bertemu Dale.
Kenyataan seharusnya seperti itu, jika lelaki mencintai ibu tunggal, perlu
diingat seorang ibu tunggal adalah sepaket dengan anaknya.
Julian begitu senewen akan pelantikannya, karena ia
berencana memberikan cincin tersebut saat Daisy datang nanti. Bagaimana
kelanjutannya, kita lihat ceritanya besok.
No comments:
Post a Comment